Dalam mengajarkan Writing misalnya, sering kali tugas yang diberikan tidak ditanggapi dengan baik, dalam artian mereka mengerjakan seadanya saja. Bahkan lebih pada aksi menjiplak tulisan temannya.
Contohnya ketika diberi tugas membuat text, mereka hanya menuliskannya pada buku tugas atau kertas folio yang dikumpulkan, setelah itu hilang begitu saja. Tugas yang diberi dengan sedikit pengalaman bisa dikatakan hanya sedikit mengendap dalam pemikiran mereka. Untuk itu mereka perlu diberi sebuah tantangan.
Beberapa waktu yang lalu, saya memberi mereka tugas yang lebih berat. Saat itu kami membahas tentang materi Narrative text. Seperti kita ketahui Narrative text dikenal sebagai text yang berisi cerita rakyat atau legenda. Text ini bertujuan menghibur para pembacanya.
Jikalau saya hanya memberi mereka tugas seperti pada seniornya di tahun-tahun sebelumnya seperti yang sudah-sudah, itu terasa kurang berkesan. Oleh karena itu tantangan berupa tugas membuat buku cerita Pop-Up yang nantinya hasil karya mereka dipamerkan bisa membuat mereka explore lebih.
Buku Pop Up yang dikenal sebagai movable book atau buku bergerak selalu menarik perhatian bagi setiap pembaca di segala umur. Hal ini dikarenakan ada “kejutan” yang dinantikan di setiap halaman yaitu sebuah dimensi atau elemen yang “pop” atau muncul. Konstruksi pop tiga dimensi dibuat secara ahli dengan tingkat akurasi yang sempurna agar dimensi yang dimunculkan pas ketika dibuka atau ditutup.
Membuat sebuah pameran buku cerita Pop Up berbahasa Inggris yang ditujukan bagi siswa bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan proses pembuatannya yang rumit, teliti dan diperlukan ketelatenan. Apalagi jika program sekolah tersebut diaplikasikan bagi siswa SMK yang notabene mereka lebih tertarik pada bidang produktif atau kejuruan. Namun proses yang tidak mudah itulah yang menjadi sebuah tantangan bagi mereka.
Beberapa murid saya berkemampuan bahasa Inggris biasa saja, namun mereka punya passion spesial, yaitu menggambar. Terkadang passion mereka ini akhirnya menjadi kurang potensial karena kurang disalurkan. Dengan adanya pameran buku cerita Pop Up ini tampaknya menjadi hal yang tepat dimana anak yang bagus writingnya namun kurang bisa menggambar bisa berkolaborasi dengan mereka yang berbakat dalam seni menggambar.
Tahap Menulis Cerita
Tahap writing ini siswa diberi tahu cara membuat textnya. Menentukan tema cerita, menuliskan karakter dalam cerita dan alur cerita yang akan ditulis. Kesemuanya dilakukan secara berpasangan, hanya 2 orang siswa perkelompoknya. Selanjutnya tulisan yang sudah jadi saya check & recheck.
Tahap Pembuatan Pop Up
Tahap Pameran.
Dalam membuat pameran buku cerita Pop Up ini saya minta bantuan Waka Kesiswaan agar bisa dimasukkan dalam program hari Kartini. Karena itu kami bekerja sama dengan anggota osis. Sebelum pelaksanaan, para anggota osis ini yang mendesain ruangan sehingga tampak menarik datangnya para pengunjung.
Ada sebanyak 200 an buku Pop Up yang dibuat. Sekitar 50 buku masuk menjadi penghuni perpustakaan sekolah, sedang selebihnya kami sumbangkan di perpustakaan desa dan perpustakaan penggerak literasi.
Program pembuatan buku tersebut awalnya hanya sebagai tugas untuk pelajaran Bahasa Inggris, akhirnya mampu menjadi umpan bagi mereka. Dan dari sinilah saya bisa melihat banyak bakat muncul, dimana banyak siswa yang pendiam ternyata berbakat menjadi penulis. Ada juga yang sering kita pandang remeh karena tidak secemerlang siswa yang lain dalam bahasa Inggris, namun melihat gambar dan sapuan warna dari hasil karya mereka ada bakat besar mereka untuk menjadi seniman dan illustrator .
Adalah sangat menyenangkan untuk bisa memfasilitasi anak didik kita berkarya. Dengan memberi tantangan agar
mereka lebih kreatif, memberikan ruang serta perhatian, semua itu akan berbekas untuk kehidupan masa depan mereka.